Thursday, February 10, 2011

Pergumulan Sebelum Operasi Plastik

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO Ahli bedak plastik dr Enrina Diah mempraktikkan penggunaan alat accent ultra laser di Klinik Ultimo Aesthetic & Dental Center di Plaza Asia, Jakarta. Artikel Terkait: Kecantikan Plastik, Cantik Secara Instan Menjalani Operasi Plastik Butuh Kesiapan Mental Di Balik Operasi Plastik Selebriti Kita Obsesi Mirip Barbie, Operasi Plastik 100 Kali Ingin Operasi Plastik? Berhentilah Merokok GramediaShop : Pingo Di Pantai GramediaShop : Who Wants To Become Fat Senin, 7/2/2011 | 09:01 WIB

KOMPAS.com - Jika melihat hasilnya, orang mengira operasi plastik mudah dilakukan. Pasien tinggal datang ke dokter bedah dan siap naik meja operasi. Sesederhana itukah? Tentu saja tidak. Ada prosedur medis dan persiapan psikologis yang panjang.

Rebecca Tumewu sejak remaja bertekad suatu saat akan menjalani operasi plastik untuk memperbaiki payudaranya yang besar sebelah. Nyatanya, presenter televisi dan pemandu acara kondang itu membutuhkan waktu puluhan tahun sebelum akhirnya naik ke meja operasi.

”Ini pergumulan (batin) luar biasa. Bedah plastik harus buat kepentingan aku, bukan untuk kepentingan orang lain. Orang lain hanya suporter,” kata perempuan bersapaan Becky (40) pada Jumat (4/2).

Sekitar lima tahun lalu Becky menjalani operasi pemasangan implan payudara di sebuah rumah sakit di Bogor. Setelah operasi, kedua payudara Becky menjadi simetris. Dia pun percaya diri. ”Pokoknya, jadi lebih happy.”

Saking senangnya, Becky tidak sungkan-sungkan menunjukkan hasil operasi itu kepada beberapa teman dekatnya yang merasa penasaran. ”Mereka menganggap saya berani dan juga gila karena terbuka (soal operasi plastik). Saya menjadi lebih normal dengan operasi ini, jadi kenapa harus ditutup-tutupi,” lanjut Becky.

Dia bersikap terbuka seperti itu lantaran ingin mengedukasi masyarakat tentang bedah plastik yang benar. ”Tapi, bukan berarti saya menganjurkan bedah plastik lho,” tukasnya cepat.

Seperti Becky, Miranti Dewi (38), konsultan investasi perusahaan asing, berpikir panjang sebelum memutuskan bedah plastik. Meski niat sudah ada, Miranti perlu waktu dua tahun sebelum benar-benar naik ke meja operasi.

Selama itu pula dia berkonsultasi secara intens dengan dokter bedah plastik, mencari berbagai informasi berkaitan dengan pemasangan implan payudara, hingga menjalani berbagai tes untuk mendeteksi kemungkinan adanya penyakit. ”Ini penting untuk pengetahuan dan persiapan mental,” ujarnya.

Setelah mantap, Miranti pun menjalani operasi pemasangan implan payudara di Jakarta dua tahun lalu. Dia cukup puas dengan hasil operasi yang menghabiskan dana hingga Rp 40 juta itu. ”Banyak teman saya bahkan tidak tahu kalau saya memakai implan. Mereka hanya lihat (payudara) saya bagus,” ujarnya.

Kini Miranti menjadi tempat bertanya teman-temannya yang tertarik dengan bedah plastik. Dia juga bersedia mengantarkan mereka jika ingin menjalani operasi serupa.

Miranti memutuskan operasi plastik lantaran payudaranya tidak lagi sekencang ketika masih gadis. ”Saya hanya ingin menyempurnakan (payudara), bukan untuk memamerkan apa yang telah diberi Tuhan. Itu sebabnya, saya hanya minta implan yang ukuran proporsional,” kata perempuan yang pernah melahirkan dua anak itu.

Perbaiki bentuk tubuh
Nusraeni Anandi (46) memilih bedah plastik untuk memperbaiki bentuk tubuhnya yang mulai membesar dan tidak nyaman saat beraktivitas. Dia pun makin kesulitan memilih ukuran celana yang pas. ”Keinginan saya tidak berlebihan, saya hanya ingin mengembalikan tubuh saya ke bentuk semula,” katanya.

Dia pun menjalani tummy tuck di Bangkok, Thailand, enam tahun lalu. Lemak di bagian bawah payudaranya disedot hingga 2,5 kilogram. Perutnya kemudian dikencangkan. Tidak hanya itu, dokter juga membuatkan pusar baru lantaran pusar Nusraeni yang lama bergeser.

Bagaimana hasilnya? ”Saya mendapatkan tubuh yang nyaman, enak dilihat, gampang cari ukuran celana, serta percaya diri,” ujar perempuan asal Denpasar yang menghabiskan dana 3.500 dollar AS untuk operasi itu.

Namun, untuk sampai naik ke meja operasi, Nusraeni berpikir beberapa kali, apalagi ketika itu, operasi plastik masih dianggap tabu di Indonesia. Itu sebabnya, dia memilih menjalani operasi di Bangkok, bukan di Jakarta. ”Saya menghindari pembicaraan kanan-kiri,” kata Nusraeni yang bersuamikan laki-laki asal Amerika Serikat.

Harti (44), ibu rumah tangga di Cibubur, memilih operasi plastik karena alasan kesehatan. Dokter mengatakan, dia berpotensi terserang stroke dan jantung lantaran timbunan lemak berlebih di tubuhnya. Harti sempat menjalani diet dan berolahraga. Namun, usaha itu terasa sia-sia. Akhirnya, dia memutuskan membuang timbunan lemak di tubuhnya dengan operasi plastik November lalu. Dia ditangani dokter spesialis bedah plastik Irena Sakura Rini.

Hasilnya? Harti mengaku lebih sehat. Jantungnya kembali normal, napasnya tidak sesak lagi, tekanan darah turun, dan keluhan pusing pun menghilang. Dia juga tidak lagi meminum obat jantung yang sebelumnya pernah dikonsumsi selama 1,5 tahun. Dia merasa tidak sia-sia mengeluarkan uang Rp 63 juta untuk operasi tersebut.

Pasien ”shopping”
Meski merasakan manfaat langsung bedah plastik, Becky tidak punya niat menjalani operasi plastik lagi. Dokter pernah menawarkan operasi penghilangan lemak hanya dalam 15 menit, tapi Becky tegas menolak. ”Ngapain dibedah kalau masih bisa olahraga.”

Nusraeni berharap operasi plastik yang dia lakukan di Bangkok menjadi yang pertama dan terakhir. Pasalnya, operasi seperti itu sakitnya minta ampun. Rasanya, lebih sakit dibandingkan operasi caesar sekalipun.

”Pokoknya menderita deh. Setelah operasi, saya harus tidur telentang selama dua hari. Tidak boleh turun (dari tempat tidur). (Tubuh) diganjal bantal kiri-kanan.” Dia heran jika ada orang yang ketagihan dengan operasi plastik.

Ketagihan operasi? Ya, orang semacam itu memang ada, kata dokter spesialis bedah plastik dan rekonstruksi wajah Enrina Diah. Di kalangan dokter bedah plastik, mereka sering disebut ”pasien shopping”. Mereka ingin mencicipi operasi ini-itu di dokter yang berbeda-beda.

”Saya sih menolak pasien seperti itu, sebab persoalan mereka bukan di tubuhnya, tapi mungkin psikologinya,” ujar Enrina, Selasa lalu di Klinik Ultimo Aesthetic & Dental Center, Plaza Asia, Jalan Jenderal Sudirman.

Animo masyarakat untuk menjalani operasi plastik beberapa tahun terakhir memang kian besar. Seingat dokter Irena, ”demam” operasi plastik muncul setelah Titi DJ secara blak-blakan mengatakan dirinya menjalani operasi plastik. Sejak saat itu, kata Irena, banyak orang antre minta dioperasi plastik.

Hingga kini demam itu belum reda. Mari kita tengok Klinik CBC di Jalan Wijaya 2, Jakarta Selatan. Rabu (2/2) siang, dokter Irena Sakura Rini mengoperasi tumor di wajah seorang pasien. Operasi belum kelar, dia sudah ditunggu seorang ibu yang ingin memeriksakan perutnya pascaoperasi tummy tuck. Besoknya, Irena memasang implan pada payudara seorang pasien di Rumah Sakit Omni Hospital, Tangerang. Di luar itu masih ada 14 perempuan asal Cilacap yang menunggu jadwal untuk operasi plastik.

Di Klinik Ultimo Aesthetic & Dental Center, Selasa (1/2), ada tiga perempuan muda yang menunggu dokter Enrina Diah. ”Setiap hari, ada saja yang minta di-treatment, baik yang nonbedah maupun bedah,” katanya.

Siang itu Enrina mempraktikkan prosedur pengencangan wajah nonbedah yang disebut ulthera pada seorang perempuan. Dia menggunakan alat yang bentuknya seperti pengering rambut yang digilaskan perlahan di wajah si pasien. ”Treatment ini sedang heboh, peminatnya banyak,” kata Enrina.

Operasi kecantikan kini benar-benar menjadi bisnis. Dan, rezeki dari bisnis ini menciprat juga ke Ifwan Fitra, pemasok implan silikon. Dia menyediakan 10-15 pasang implan impor dari Brasil untuk kebutuhan bedah kecantikan dan rekonstruksi. Harga per pasangnya Rp 7 juta-Rp 15 juta dengan ukuran berkisar 150 cc hingga 660 cc. Dia juga memasok peralatan bedah estetik canula yang digunakan untuk sedot lemak.

(Budi Suwarna/Mawar Kusuma)


MYR,CAN,XAR

Editor: Dini

0 comments: